ANEMIA
Pengertian
Anemia adalah
pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel
darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu
diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang
diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Fisiologi
Struktur dan fungsi sel darah merah yang normal
Sel darah merah atau eritrosit adalah
merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m. Tebal
bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu
lunak dan lentur maka dalam perjalannya melalui mikrosirkulasi konfigurasi
berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari anti gen
kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang.
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2
dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari
2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung
sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat
sempurna.
Jumlah sel darah merah kira-kira 5
juta per millimeter kubik darah pada rata-rata orang dewasa dan berumur 120
hari. Keseimbangan yang tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian
sel darah setiap hari. Pembentukan sel darah merah diransang oleh hormon
glikoprotein, eritropoitin, yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan
eritropoetin dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti perubahan 02 atmosfer, berkurangnya kadar 02
darah arteri, dan berkurangnya konsentrasi hemoglobin. Eritropoetin meransang
sel induk untuk memulai proliferasi dan pematangan sel-sel darah merah.
Selanjutnya pematangan tergantung pada jumlah zat-zat makanan yang cukup dan penggunaannya yang
cocok, seperti vitamin B12 , asam folat, protein-protein,
enzim-enzim, dan mineral seperti dan tembaga.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada
sumsung tulang dan melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki
sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikolosit adalah stadium
terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala
yang terdiri dari serat-serat retikuler. Sejumlah kecil hemoglobin masih
dihasilkan selam 24 sampai 48 jam
pematangan; retikulum kemudian larut dan menjadi sel-sel darah merah yang
matang.
Waktu sel darah merah menua, sel ini
menjadi lebih kaku dan menjadi lebih rapuh,
akhirnya pecah. Hemoglobin di fagositosis terutama di limpa. Hati dan
sumsum tulang. Kemudian direduksi menjadi globin dan hem, globin masuk kembali
kedalam sumber asam amino. Besi dibebaskan dari hem dan sebagian besar diangkut
oleh protein plasma transperin ke sumsung tulang untuk pembentukan sel darah
merah yang baru. Sisa besi disimpan dalam hati dan jaringan tubuh lain dalam
bentuk feritin dan hemosiderin, simpanan ini akan digunakan lagi
dokemudian hari. Sisa hem direduksi kembali menjadi karbon monoksida (CO) dan biliverdin.
CO ini diangkut dalam bentuk karboksi hemoglobin, dan dikeluarkan melalui
paru-paru. Biliverdin direduksi menjadi menjadi bilirubin bebas; yang
berlahan-lahan dikeluarkan kedalam plasma. Dimana bilirubin bergabung ke
albumin plasma kemudian diangkut kedalam sel-sel hati untuk diekskresi ke dalam kanalikuli empedu. Bila ada
penghancuran aktif sel-sel darah merah seperti hemolisis, pembebasan
jumlah bilirubin yang cepat kedalam
cairan ekstraselular menyebabkan kulit dan konjungtiva kuning, keadaan ini
disebut ikterus.
Patofisiologi
Karena jumlah efektif sel darah merah
berkurang, maka lebih lebih sedikit darah yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau
lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simptomatologi sekunder hipovolemia
dan hipoksemia. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardia, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif
cepat atau syok. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu
beberapa bulan (walaupun pengurangan 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi
tubuh untuk menyesuaikan diri, dan
biasanya penderita asimtomatik kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja
melalui:
Ø
Peningkatan
curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
kejaringan-jaringan oleh sel darah merah.
Ø
Meningkatkan
pelepasan O2 oleh hemoglobin.
Ø
Mengembangkan
volume plasma dengan mernarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
Ø
Redistribusi
cairan ke organ-organ vital.
Selain satu dari tanda-tanda
yang paling sering dikaitkan dengan
anemia adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan
vasokonstriksi organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu dan kedalaman serta
distribusi kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku dan
telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta conjuntiva dapat digunakan lebih
baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh
kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat dapat mengakibatkan
payah jantung kongestif sebab otot jantung
yang kekurangan oksigen tidak
dapat menyesuaiakan diri dengan beban kerja
jantung yang meningkat.
Dispnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman
O2. sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf
pusat. Pada anemia yang berat dapat pula timbul gejala saluran cerna yang
umumnya berhubungan dengan keadaan defesiensi. Gejala-gejala ini adalah
anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah
dan mulut).
Klasifikasi
Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menurut:
1. Morfologi sel
darah merah dan indeks-indeksnya
Pada
klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro
menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menujukkan
warnanya.
Sudah dikenal
klasifikasi besar yaitu:
a. Anemia
normositik normokrom.
Dimana ukuran
dan bertuk sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau
normal rendah) tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang.
b. Anemia
makrositik normokrom
Makrositik berarti
ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga terjadi
pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme
sel.
c. Mikrositik
hipokrom.
Mikrositik berarti
kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang
dari normal(MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan
sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal
kongenital)
2. Etiologi.
Anemia dapat
pula diklasifikasikan menurut etiologinya, penyebab utama yang diperkirakan adalah:
a. Meningkatnya
kehilangan sel darah merah
Meningkatnya
kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarah atau penghancuran
sel. Perdarahan dapat diesebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat
perdarahan kronik karaena polip pada colon, penyakit-penyakit keganasan ,
hemoroid, atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi,
dikenal dengan nama hemolisis,
terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel
darah merah. Keadaan dimana sel darah merah sendiri terganggu adalah:
-
Hemoglobinopati,
yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, mislnya anemia sel sabit.
-
Gangguan
sintesis globin. Misalnya talasemia.
-
Gangguan
membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter.
-
Defesiensi
ensim, misalnya difisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase)
Yang disebut
diatas adalah gangguan herediter, namun hemolisis dapat juga disebabkan
oleh gangguan lingkungan sel darah merah, yang seringkali memerlukan respon
imun. Respon isoimun mengenai berbagai indvidu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh
transfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari
pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri, keadaan yang
dinamakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang
diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu, seperti alfa-metildopa, kinin,
sulfonamida, atau L-dopa, atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia
limfositik kronik, lupus eritematous, artritis reumatoid dan infeksi virus.
Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasikfikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah;
anti bodi tipe panas atau anibodi tepe dingin.
b. Penurunan atau
pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoesis)
Setiap keadaan
yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah:
-
Keganasan
yang tersebar seperti kanker payudara,
leukemia, dan multipel mioloma, obat dan sat kimia toksik, dan penyinaran denan
radiasi
-
Penyakit-penyakit
menahun yang melibatkan ginjal dah hati. Penyakit-penyakit infeksi dan
difisensi endokrin. Kekurangan vitamin penting , seperti vitamin B12, asam
folat, vitamin C dan besi, dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia.
Untuk menegakkan diagnosis anemia harus
digabungkan pertimbangan morfologi dan etiologi.
ANEMIA
APLASTIK
Pengertian
Anemia
aplastik
adalah suatu gangguan pada sel-sel induk
di sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini
jumlah sel-sel darah merah yang dihasilkan tidak memadai. Pederita mengalami pansitopenia
yaitu kekurangan sel darah merah, dan trombosit. Secara morfologi sel-sel
darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit
rendah atau hilang, dan biopsi sumsung
tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hiplasia
yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pangobatan
terdiri dari mengidentifikasi dan
menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan
keadaan ini disebut idiopatik . bebraapa kasusu seperti ini diduga
merupakan keadaan imunologis.
Penyebab-penyebab anemia aplastik :
1.
Agen
antineoplastik
2.
Terapi
radiasi
3.
Berbagai
obat seperti anti konvulsan, pengobatan tiroid, senyawa emas dan fenilbutason.
4.
Benzen
5.
Infeksi
virus (khususnya virus khusunya virus hepatitis)
Pengobatan
Terutama
dipusatkan pada perawatan supportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang.
Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defesiensi besi sel lain
merupakan penyebab utama kematian, maka penting untuk mencegah perdarahan dan
infeksi.
Tindakan pencegahan dapat
mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan denan aliran udaran mendatar atau
tempat yang nyaman) dan higiene yang baik, pada perdarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah
yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit, dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen peransang sumsung tulang, seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoesis, tetapi defesiensinya tidak menentu, penderita anemia
aplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat dipertahankan Hb
antara 8 dan 9 g dengan transfusi darah periodik.
ANEMIA DEFESIENSI BESI
Pengertian
Secara morfologis keadaan ini
diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan
kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Difisensi besi merupakan penyebab utama
anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita usia subur, sekunder karena
kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama
hamil.
Penyebab lain
defesiensi besi adalah:
1.
Asupan
besi yang tidak cukup, misalnya pada bayi yang
hanya diberi makan susu belaka sampai usia 12 – 24 bulan dan pada
individu tertentu yang hanya memakan sayuran saja.
2.
Gangguan
absobsi, seperti setelah gastrektomi
3.
Kehilangan
darah yang menetap seperti pada perdarahan pada saluran cerna yang lambat
karena polip, Neoplasma, gastritis, varises osefagus, makan aspirin, dan
hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh
orang dewasa mengandung rata-rata 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis
kelamin dan besar tubuhnya, hampir duapertiga besi terdapat dalam hemoglobin
yang dilepas pada proses penuaan dan kematian sel dan diangkut melalui
transferin plasma kesumsum tulang untuk eritripoesis. Dengan kekecualian dalam
jumlah yang kecil sekali dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem,
seperti sisanya disimpan dalam hati,
lipa dan dalam sumsung tulang sebagai feretin dan sebagai homosiderin
untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Gejala-gejala
Gejala-gejala yang ditunjukkan;
(besi plasma lebih kecil dari 40 mg/100 ml; Hb 6-7 mg/100ml) mempunyai
rambut yang rapuh, dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya
berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu, atropi papils lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilap, merah daging, meradang dan
sakit. Dapat pula timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan
rasa sakit disudut-sudut mulut.
Pemeriksaan
Pemeriksaan darah menunjukkan
jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin
berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom
(MCP dan MCHC berkurang, dan MCH berkurang) disertai dengan poikilisitosis
dan anisosotosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang.
Kadar besi berkurang walaupun kapasitas mengikat besi serum total meningkat.
Pengobatan
Pengobatan defisiensi besi
mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan
mungkin deperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh
polip, tukak, keganasan, dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk
bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang
menggunakan aspirin dalam dosis besar.
Walaupun modifikasi diet dapat menambah basi yang tersedia (misalnya hati),
masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi.
Besi tersedia dalam dalam bentuk parenteral
dan oral. Sebagian besar penderita memberi respon yang baik terhadap
senyawa senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebaba
harganya mahal dan mempunyai insidens besar tejadi reaksi yang merugikan.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Pengertian
Anemia
megaloblastik diklasfikasikan menurut morfologinya sebgai anemia makrositik
normokrom.
Penyebab
Anemia
megaloblastik sering disebabkan oleh defesiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sitesis DNA
terganggu. Defesiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsobsi,
kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan pos
gastrektomi), infestasi prasit, penyakit usus, dan keganansa, serta agen
kemoterapik. Invidu dengan infeksi cacing pita (dengan, Diphilloborithrium
latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompertisi
dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan. Yang mengakibatkan anemia
megaloblastik.
Gejala-gejala
Selain
gejala-gejala anemia seperti yang dijelaskan sebelumnya, penderita anemia
megaloblastik sekunder karena defesiensi
folat dapat seperti malnutrisi dan
mengalami glositis berat (radang lidah disertaai rasa sakit), diare dan
kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4ng/ml). Hitung
retikulosit biasanyan berkurang disertai penurunan hematokrit dan hemoglobin.
Pengobatan
Seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya, pengobatan bergantun pada identifikasi dan
menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalan memperbaiki defisiensi
diet dan terpi pengganti dengan asam folat atau vitamin B12. penderita yang kecanduan alkohol yang dirawat
dirumah sakit sering memberi respon “spontan’ bila diberikan diet seimbang.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
AKTIVITAS ISTIRAHAT
gejala
|
|
-
Keletiha, kelamahan, malaise umum
-
Kehilangan prodiktivitas , penurunan semangat
untk bekerja.
-
Toleransi terhadap latihan rendah
-
Kebutuhan untik tidur dan istirahat lebih
banyak.
|
Tanda
|
|
-
Takikardia/takikpnea; dispnea pada bekerja atau
istirahat.
-
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya,
kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
-
Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunjukkan keletihan
|
SIRKULASI
Gejala
|
|
-
Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya
kehilangan gastrointestinal kronis, menstruasi berat, angina, CHF (akibat
kerja jantung berlebihan)
-
Riwayat endokarditis infektif kronik
-
Palpitasi
(takikardia kompensasi)
|
Tanda
|
|
-
Tekanan darah peningkatan sistolik dengan
diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postura.
-
Disaritmia; abnormalitas EKG, misalnya, depresi
segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardi.
-
Baunyi jantung murmur sistolik (DB)
-
Warn ekstremitas; pucat pada kulit dan membran
mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
bibir) dan dasar kuku. (catatan; pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak
sebagai keabu-abuan) kulit seperti berlilin, pucat (aplastik), atau kuning
lemon terang (PA)
-
Skelera biru atau putih seperti mutiara (DB)
-
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran
darah ke perifer dan vasokonstriksi
kompensasi)
-
Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok
(Koilonokia) (DB)
-
Rambut; kering, mudah putus, menipis, tumbuh
uban secara prematur.
|
INTEGRITAS EGO
Gejala
|
|
-
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya transfusi darah.
|
Tanda
|
|
-
Defresi
|
ELIMINASI
Gejala
|
|
-
Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
-
Flatulen, sindrom malabsorbsi (DB).
-
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
-
Diare atau konstipasi.
-
Penurunan haluaran urine.
|
Tanda
|
|
-
Distensi abdomen.
|
MAKANAN / CAIRAN
Gejala
|
|
-
Penurunan masukan diet, masukan diet protein
hewani rendah / masukan sereal tinggi (DB).
-
Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (
ulkus pada faring ).
-
Mual / muntah, dispepsia, anoreksia.
-
Adanya penurunan berat badan.
-
Tidak pernah puas mengunyah atau pika untuk es,
kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
|
Tanda
|
|
-
Lidah tampak merah daging / halus (AP;
defisiensi asam folat dan vitamin B 12.
-
Membran mukosa kering, pucat.
-
Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut /
hilang elastisitas (DB).
-
Stomatitis dan glositis (status defisiensi).
-
Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah ( DB ).
|
HIGIENE
Tanda
|
|
-
Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.
|
NEUROSENSASI
Gejala
|
|
-
Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo,
tinitus, ketidakmampuan berkonsentrasi.
-
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata.
-
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parastesia tangan / kaki (AP) ; klaudiaksi.
-
Sensasi menjadi dingin.
|
Tanda
|
|
-
Peka rangsang, gelisah, defresi, cenderung
tidur, apatis.
-
Mental : tak mampu berespon lambat dan dangkal.
-
Oftalmik : hemoragis retina ( aplastik, AP ).
-
Epistaksis, perdarahan dari lubang – lubang (
aplastik ).
-
Gangguan koordinasi, ataksia : penurunan rasa
getar dan posisi, tanda Romberg positif, paralisis ( AP ).
|
NYERI / KENYAMANAN
Gejala
|
|
-
Nyeri abdomen samar ; sakit kepala ( DB ).
|
PERNAPASAN
Gejala
|
|
-
Riwayat TB, abses paru.
-
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
|
Tanda
|
|
-
Takipnea, ortopnea, dan dispnea.
|
KEAMANAN
Gejala
|
|
-
Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,
misalnya ; benzen, insektisida, fenibultazon, naftalen.
-
Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai
pengobatan atau kecelakaan.
-
Riwayat kanker, terapi kanker.
-
Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas.
-
Transfusi darah sebelumnya.
-
Gangguan penglihatan.
-
Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
|
Tanda
|
|
-
Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
-
Limfadenopati umum.
-
Peteki dan ekimosis (aplastik).
|
SEKSUALITAS
Gejala
|
|
-
Perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia
atau amenore (DB).
-
Hilang libido
( pria dan wanita ).
-
Impoten.
|
Tanda
|
|
-
Serviks dan dinding vagina pucat.
|
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala
|
|
-
Kecenderungan keluarga untuk anemi ( DB / AP ).
-
Penggunaan anti konvulsan masa lalu / saat ini,
antibiotik, agen kemoterapi ( gagal sumsum tulang ), aspirin, obat anti
inflamasi, anti koagulan.
-
Penggunaan alkohol kronis.
-
Adanya / berulang episode perdarahan aktif ( DB ).
-
Riwayat penyakit hati, ginjal ; masalah
hematologi ; penyakit seliak atau penyakit malabsorpsi lain ; enteritis
regional ; manifestasi cacing pita ; poliendokrinopati ; masalah autoimun
(misalnya ; antibodi pada sel parietal, faktor intrinsik, antibodi tiroid dan
sel T ).
-
Pembedahan sebelumnya, misalnya; splenektomi;
eksisi tumor; penggantian katup prostetik; eksisi bedah duodenum atau reseksi
gaster, gastrektomi parsial / total ( DB/AP ).
-
Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka
atau perdarahan; infeksi kronis, ( RA ), penyakit granulomatus kronis, atau
kanker ( sekunder anemia ).
|
Pertimbangan
|
|
-
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,6 hari
|
Rencana pemulangan
|
|
-
Dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan (
injeksi); aktivitas perawatan diri dan / atau pemeliharaan rumah, perubahan rencan
diet.
|
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jumlah darah lengkap ( JDL ) : Hemoglobin
dan hematokrit menurun.
-
Jumlah
eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume korpuskular
rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromoik (DB), peningkatan
(AP). Pansitopenia (aplastik).
-
Jumlah
retikulosit : bervariasi, misalnya menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah / hemolisis.
-
Pewarnaan
SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus
anemia).
-
LED
: peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misalnya peningkatan
kerusakan SDM atau penyakit malignasi.
-
Masa
hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misalnya pada tipe anemia
tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek.
-
Test
kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
-
SDP
: jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik)
atau menurun (aplastik).
Jumlah
trombosit : Menurun (aplastik); meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik).
-
Hemoblobin
elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
-
Billirubin
serum (tak terkonjungasi) : meningkat (AP, HEMOLITIK).
-
Folat
serum dan vitamin B 12 : membantu mengdiagnosa anemia sehubugngan defisensi
masukan/absorbsi
-
Besi
serum; meningkat (DB)
-
Feritin
serum; menurun (DB)
-
Masa
perdarahan; memanjang (aplastik)
-
LDH
serum; mungkin meningkat (AP)
-
Tes
schilling; penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP)
-
Guaiak;
mungkin positif untuk darah pada urine.
Feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut/kronis (AP)
-
Analisa
gaster; penurunan sekresi dengan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP)
-
Aspirasi
sumsung tulang/pemeriksaan biopsi; sel mungkin tampak berubah dalam jumal,
ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe anemia, misalnya, peningkatan
megaloblastik (AP) ,lemak sumsung tulang
dengan penurunan sel darah (aplastik)
-
Pemeriksaan
endoskopi dan radiografi; memeriksan sisi perdarahan ; perdarahan GI.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1.
Meningkatkan
perfusi jaringan
2.
Memberikan
kebutuhan nutrisi/cairan
3.
Mencegah
konplikasi
4.
Memberikan
informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan program pengobatan.
TUJUAN PEMULANGAN
1.
Kebuthan
aktivitas sehari-sehari terpenuhi mandiri atau dengan bantuan orang lain.
2.
Komplikasi
tercegah/minimal
3.
Proses
penyakit/prognosis dan program terpai di
pahami
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan
perfusi jaringan, berhubungan dengan :
ü
Penurrunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel
Ditandai dengan;
ü
Palpitasi,
angina
ü
Kulit
pucat, membran mukosa kering, kuku dan rambut rapuh
ü
Ekstremitas
dingin
ü
Penurunan
haluaran urine
ü
Mual/muntah
ü
Distensi
abdomen
ü
Perubahan
tekanan darah, pengisian kapiler lambat.
ü
Ketidak
mampuan berkonsentrasi, disorientasi.
Tujuan
ü Menunjukkan
perfusi adekuat, misalnya, tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda,
pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat, mental seperti biasa.
TINDAKAKAN/INTERVENSI
|
|
RASIONAL
|
Mandiri
|
|
|
Awati
tanda vital, kaji pegisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
|
|
Memberikan
informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intevensi
|
Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai dengan toleransi
|
|
Meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler, catatan;
kontraindikasi bila ada hipotensi.
|
Awasi
upaya pernapasan; auskultasi bunyai napas perhatikan adventisius
|
|
Dispnea,
gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi
curah jantung.
|
Selidiki
keluhan nyeri dada, palpitasi.
|
|
Iskemia
seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark.
|
Kaji
untuk respons verbal melambat, mudah teransang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
|
|
Dapat
mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defesiensi
vitamin B12
|
Orientasi/orientasikan
ulang pasien susuia kebutuhan, catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk,
berikan cukup waktu pasien untuk berpikir, komunikasikan dan aktiviatas
|
|
Membantuk
memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.
|
Catat
keluhan rasa dingin. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
|
|
Vasokonstriksi
(ke organ vital) menurunkan sirkulasi verifer, kenyamanan pasien
kebutuhan rasa hangat harus seimbangn
dengan kebutuhan untuk menghindari
panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ)
|
Hindari
penggunaan bantalan penghangat atau
botol air panas, ukur suhu air mandi dengan temometer.
|
|
Termoreseptor
jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
|
Kolaborasi
|
|
|
Awasi
pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA.
|
|
Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi
|
Berikan
SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk
komplikasi transfusi.
|
|
Meningkatkan
jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defesiensi untuk menurunkan risiko
perdarahan.
|
Berikan
oksigen tambagan sesuai indikasi
|
|
Memaksimalkan
transpor oksigen ke jaringan
|
Siapkan
intervensi pembedahan sesuai indikasi
|
|
Transplanstasi
sumsung tulang dilakukan pada kegagalan sumsung tulang . (anemia aplastik)
|
2.
Intolansi
aktiviatas, berhubunga dengan ;
ü
Ketidak
seimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
ditandai dengan
ü
Kelemahan
dan kelelahan
ü
Mengeluh
penurunan toleransi aktivitas/latihan
ü
Lebih
bayak memerlukan istirahat/tidur.
ü
Palpitasi,
takikardia, peningkatan tekanan darah/respons pernapasan dengan kerja ringan
Tujuan;
ü
Melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
ü Menunjukkan
penurunan tanda tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.
TINDAKAN/INTERVENSI
|
|
RASIONAL
|
Kaji
kemampuan klien untuk melakukan tugas/AKS
normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan
menyelesaikan tugas.
|
|
Mempengaruhi
pilihan intervensi/bantuan
|
Kaji
kehilangan/gangguan keseimbangan gaya
jalan, kelemahan otot
|
|
Menujukkan
perubahan neurologi karenan defisiensi vitamin B12 memepengaruhi
kemanan pasien/risiko cidera
|
Awasi
tekanan darah, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas, catat respons
terhadap tingkat aktivias misalnya
penigkatan denyut jantung/tekanan darah, disaritmia, pusing, dispnea,
takipnea, dan sebagainya.
|
|
Manifestasi
kardiopulmonasi dari upaya jantung dan paru-paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat kejaringan
|
Berikan
lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, pantau dan
batasi pengunjung, telepon dan gangguan berulang tindakan yang tak
direncanakan.
|
|
Meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung paru.
|
Ubah
posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
|
|
Hipotensi
postural atau hipoksi serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan
peningkatan risiko cedera.
|
Prioritaskan
jadwal asuhan keperawatan untuk meningktkan istirahat, pilih priode istirahat
dengan priode aktivitas.
|
|
Mempertahankan
tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.
|
Berikan
bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu memungkinkan pasien untuk
melakukannya sebanyak mungkin.
|
|
Membantu
bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
|
Rencanakan
kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang
perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
|
|
Meningkatkan
secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan mempebaiki tonus
otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
|
Gunakan
teknik penghematan energi, misalnya, mandi dengan duduk, duduk untuk
melakukan tugas-tugas.
|
|
Mendorong
pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah
kelemahan.
|
Anjurkan
pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek,
kelemahan, atau pusing terjadi.
|
|
Regangan/stress
kardiovulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompansasi/kegagalan.
|
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan degan:
ü
Kegagalan
untuk mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM
normal.
Ditandai dengan:
ü
Penurunan
berat badan/berat badan dibawah normal untuk, usia, tinggi, dan bangun badan.
ü
Penurunan
lipata kulit trisep.
ü
Peruban
gusi membran mukosa mulut
ü
Penurunan
toleranasi untuk aktivitas, kelemahan dan kehilangan tonus otot.
Tujuan;
ü
Menunjukkan
peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium
normal
ü
Tidak
mengalami tanda mal nutrisi
ü
Menunjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai.
4.
Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan;
ü
Perubahan
sirkulasi dan neurologi (anemia)
ü
Gangguan
mobilitas
ü
Defisit
nutrisi.
Ditandai dengan:
ü
Tidak
dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual
Tujuan;
ü
Mempertahankan
integriatas kulit
ü
Mengidentifikasi
faktor risiko/perilaku untuk mencegah cedera dermal.
5.
Konstipas
atau diare, berhubugan dengan;
ü
Penurunan
masukan diet, perubahan proses-proses pencernaan
ü
Efek
samping terapi obat
Ditandai dengan;
ü
Perubahan
pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses.
ü
Mual/muntah,
penurunan napsu makan.
ü
Laporan
nyeri abdomen tiba-tiba, kram
ü
Gangguan
bunyi usus.
Tujuan;
ü
Membuat/kembali
pola normal dari fungsi usus
ü
Menunjukkan
perubahan perilaku/pola hidup yang diperlukan sebagai penyebab, faktor
pemberat.
6.
Risiko
tinggi terhadap infeksi, berhubungan dengan:
ü
Pertahan
sekunder tidak adekuat misalnya penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)
ü
Pertahan
utama tidak adekuat, misalnya kerusakan kulit, stasis cairan tubuh, prosedur
invsif, penyakit kronis, malnutrisi.
ü
Diatandai
dengan;
ü
Tidak
dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual
ü
Tujuan;
ü
Mengidentifikasi
perliku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
ü
Meninkatkan
penyembuhan luka, bebas drainase purulen, atau eritema, dan demam.
7.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan
pengobatan, berhubungan dengan;
ü
Kurang
terpajan/mengingat.
ü
Salah
interpretasi informasi
ü
Tidak
mengenal sumber informasi
Ditandai dengan;
ü
Pertanyaan,
meminta informasi
ü
Pernyataan
salah konsepsi.
ü
Tidak
akurat mengikuti instruksi
ü
Terjadi
komplikasi yagng dapat dicegah.
Tujuan;
ü
Menyatakan
pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan rencana pengobatan.
ü
Mengidentifikasi
faktor penyebab
ü
Melakukan
tindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn
E. Donges Dkk.; Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.;
Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta 1999.
Price
& Wilson,; Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit;
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1999.
Soeparman
dkk.; Ilmu Penyakit Dalam; Balai Penerbit FKUI; Jakarta 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar